Jumat, 28 Januari 2011

Berkumpul di Rumah Si Mayit untuk Makan, Minum, dan Baca Al Qur’an

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Diterjemahkan oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST

Ketahuilah bahwa berkumpul-kumpul di rumah si mayit untuk makan, minum, atau membaca Al Qur’an termasuk perkara yang diada-adakan yang tercela (baca: bid’ah). Begitu pula mengerjakan shalat lima waktu di rumah (bagi kaum pria) tidak diperbolehkan, bahkan seharusnya para pria menunaikan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah.
Seharusnya yang dilakukan adalah melakukan ta’ziyah di rumah si mayit dan mendoakan mereka serta memberikan kasih sayang kepada mereka yang ditinggalkan si mayit.
[Ta’ziyah adalah memberi nasehat kepada keluarga si mayit untuk bersabar dalam musibah dan berusaha menghibur mereka, pen]
Adapun berkumpul-kumpul untuk menambah kesedihan (dikenal dengan istilah ma’tam) dengan membaca bacaan-bacaan tertentu (seperti membaca surat yasin ataupun bacaan tahlil), atau membaca do’a-do’a tertentu atau selainnya, ini termasuk bid’ah.

Seandainya perkara ini termasuk kebaikan, tentu para sahabat (salafush sholeh) akan mendahului kita untuk melakukan hal semacam ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan hal ini. Dulu di antara salaf yaitu Ja’far bin Abi Tholib, Abdullah bin Rowahah, Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum, mereka semua terbunuh di medan perang. Kemudian berita mengenai kematian mereka sampai ke telinga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari wahyu. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan kematian mereka pada para sahabat, para sahabat pun mendoakan mereka, namun mereka sama sekali tidak melakukan ma’tam (berkumpul-kumpul dalam rangka kesedihan dengan membaca Al Qur’an atau wirid tertentu).
Begitu pula para sahabat dahulu tidak pernah melakukan hal semacam ini. Ketika Abu Bakr meninggal dunia, para sahabat sama sekali tidak melakukan ma’tam. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 13/211)

Renungan kematian

Pejamkanlah mata anda lima menit. Bayangkanlah detik-detik sakaratul maut yang suatu saat pasti menimpa anda. Bayangkanlah beratnya pencabutan nyawa dan penderitaannya. Bayangkanlah ketika nyawa anda benar-benar telah lepas dari tubuh anda. Dan itulah kematian. Bayangkanlah saat perpisahan anda selama-lamanya itu dengan istri,orang tua, anak-anak, orang-orang tercinta dan segenap sahabat anda. Jasad anda di tempat pemandian. Anda dimandikan dan dikafani. Selanjutnya anda dibawa ke masjid untuk disholatkan. Lalu anda dipanggul d atas pundak-pundak orang-orang untuk dikuburkan.

Bayangkanlah bahwa malam ini adalah malam pertama anda di kuburan!Bayangkanlah kedatangan malaikat Munkar dan Nakir yang akan menguji anda dengan beberapa pertanyaan. Bayangkanlah kengerian anda seandainya tiba-tiba lidah anda kelu tak mampu menjawab. Bayangkanlah amal perbuatan anda anda ayang akan dijelmakan menjadi manusia untuk menemani anda. Aakah ia seorang manusia yang rupawan atau manusia terjelek yang pernah anda lihat?Bayangkanlah kesendirian anda , kegelapan dosa dan maksiat anda. Bayangkanlah ratusan atau bahwan ribuan tahun penantian datangnya kiamat?

Bayangkanlah apakah kuburan anda itu menjadi bagian dari taman surga? Ataukah nenjadi bagian dari neraka?Bayangkanlah keinginan anda bias kembali ke dunia,meski sehari untuk menambah amal sholih. Bayangkanlah betapa butuhnya Anda terhadap tambahan pahala, tetapi anda tidak berdaya. Bayangkanlah betapa beratnya, betapa menderitanya.

Yakinlah Anda pasti mengalami semua itu, entah kapan. Yang jelas, kurang dari 100 tahun anda sudah meninggal dunia. Tapi bias jadi, besok atau minggu depan, bulan depan, atau tahun depan Anda sudah mati. Kematian selalu mengintai manusia di mana saja dia suka, tidak peduli siang atau malam,anak-anak, remaja atau sudah tua. Tidak peduli dalam keadaan sehat atau sakit, suka cita atau duka lara, aman atau perang, kaya atau miskin, raja/pemimpin atau rakyat jelata, pria atau wanita. Tidak peduli di rumah, di kantor, atau di perjalanan, didarat, di laut atau di udara. Ya tidak seorang pun dari kita yang memastikan dirinya aman dari kematian.

Lalu, apa bekal dan persiapan Anda untuk kematian yang sewaktu-waktu menyergap kita?pasti Anda keluhkan dosa-dosa yang menggunung dan kebaikan yang sedikit.Tapi, bersyukurlah Anda sekarang masih hidup, Anda belum mati.Jemputlah bekal kematian sekarang. Sebelum dating menyesalan yang menyesakkan dada, sesal yang tiada lagi berguna.

Kamis, 27 Januari 2011

Pembinaan Aqidah Untuk Buah Hati

Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah ‘azza wa jalla, para malaikatnya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, beriman kepada hari akhir dan beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik maupun buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib.

Seseorang akan menghadapi kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa berinteraksi dengan itu semua ? bagaimana cara menjelasakan dan memaparkannya? Di hadapan pertanyaan ini atau pertanyaan sejenis lainnya, kedua orangtua bisa kelabakan dan mencari tahu bagaimana caranya. Akan tetapi melalui penelaahan terhadap cara Nabi shalallahu’alaihi wassalam dalam bergaul dengan anak-anak, kita temukan ada lima pilar mendasar di dalam menananmkan aqidah ini.

1. Pendiktean kalimat tauhid kepada anak.

2. Mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon pertolongan kepadaNya, serta beriman kepada qadha’ dan qadar.

3. Mencintai Nabi dan keluarga beliau.

4. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.

5. Menanamkan aqidah yang kuat dan kerelaan berkorban karenanya.

Pendiktean kalimat tauhid kepada anak

Dari ibnu ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu’alaihi wassalam bersabda, “Ajarkan kalimat laailaha illallah kepada anak-anak kalian sebagai kalimat pertama dan tuntunkanlah mereka mengucapkan kalimat laa ilaha illallah ketika menjelang mati.” (HR. Hakim)

Abdurrazaq meriwayatkan bahwa para sahabat menyukai untuk mengajarkan kepada nak-anak mereka kalimat laa ilaha illallah sebagai kalimat yang pertama kali bisa mereka ucapkan secara fasih sampai tujuh kali, sehingga kalimat ini menjadi yang pertama-tama mereka ucapkan.

Ibnu Qayyim dalam kitab Ahkam Al-Maulud mengatakan, “Diawal waktu ketika anak-anak mulai bisa bicara, hendaknya mendiktekan kepada mereka kalimat laa ilaha illa llah muhammadurrasulullah, dan hendaknya sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah laa ilaha illallah (mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya. Juga diajarkan kepada mereka bahwa Allah bersemayam di atas singgasana-Nya yang senantiasa melihat dan mendengar perkataaan mereka, senantiasa bersama mereka dimanapun mereka berada.”

Oleh karena itu, wasiat Nabi shalallahu’alaihi wassalam kepada Mu’adz radhiyallahu’anhu sebagimanan yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Bukhari dalam Adabul Mufrad, adalah, “Nafkahkanlah keluargamu sesuai dengan kemampuanmu. Janganlah kamu angkat tongkatmu di hadapan mereka dan tanamkanlah kepada mereka rasa takut kepada Allah.”

Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sejak pertama kali mendapatkan risalah tidak pernah mengecualikan anak-anak dari target dakwah beliau. Beliau berangkat menemui Ali bin Ab Thalib yang ketika itu usianya belum genap sepuluh tahun. Beliu shalallahu’alaihi wassalam mengajaknya untuk beriman, yang akhirnya ajakan itu dipenuhinya. Ali bahkan menemani beliau dalam melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi di lembah Mekkah sehingga tidak diketahui oleh keluarga dan ayahnya sekalipun.

Orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan budak yang dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah. Di bawa oleh paman Khadijah, yaitu Hakim bin Hizam dari Syam sebagai tawanan, lalu ia diambil sebagai pembantu oleh Khadijah. Rasulullah kemudian memintanya dari Khadijah lalu memerdekakannya dan mengadopsinya sebagai anak dan mendidiknya ditengah-tengah mereka.

Demikianlah Rasulullah memulai dakwah beliau yang baru dalam menegakkan masyarakat Islam yang baru dengan memfokuskan perhatian terhadap anak-anak dengan cara memberikan proteksi dengan menyeru dan dengan mendo’akan sehingga akhirnya si anak ini (Ali bin Abi Thalib) kelak memperoleh kemuliaan sebagai tameng Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dengan tidur di rumah beliau pada malam hijrah ke Madinah.

Ini merupakan buah pendidikan yang ditanamkan nabi kepada anak-anak yang sedang tumbuh berkembang agar menjadi pemimpin-pemimpin dimasa depan dan menjadi pendiri masyarakat Islam yang baru.

***
Artikel Muslimah.or.id
Diambil dari : Mendidik Anak Bersama Nabi, Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah.